beberapa permainan tradisional
sebelum berangkat ke singapura, gua kasih topik deh atu
tanpa pict dulu, nanti pas dah balik dari singapura baru gua attachment image2 na
1. benteng-bentengan
adalah permainan yang dimainkan oleh dua grup, masing – masing terdiri dari 4 sampai dengan 8 orang. Masing – masing grup memilih suatu tempat sebagai markas, biasanya sebuah tiang, batu atau pilar sebagai ‘benteng’.
Tujuan utama permainan ini adalah untuk menyerang dan mengambil alih ‘benteng’ lawan dengan menyentuh tiang atau pilar yang telah dipilih oleh lawan dan meneriakkan kata benteng. Kemenangan juga bisa diraih dengan ‘menawan’ seluruh anggota lawan dengan menyentuh tubuh mereka. Untuk menentukan siapa yang berhak menjadi ‘penawan’ dan yang ‘tertawan’ ditentukan dari waktu terakhir saat si ‘penawan’ atau ‘tertawan’ menyentuh ‘benteng’ mereka masing – masing.
2. congklak
Congklak adalah suatu permainan tradisional yang dikenal dengan berbagai macam nama di seluruh Indonesia. Biasanya dalam permainan, sejenis cangkang kerang digunakan sebagai biji congklak dan jika tidak ada, kadangkala digunakan juga biji-bijian dari tumbuh-tumbuhan.
Permainan congklak dilakukan oleh dua orang. Dalam permainan mereka menggunakan papan yang dinamakan papan congklak dan 98 (14 x 7) buah biji yang dinamakan biji congklak atau buah congklak. Umumnya papan congklak terbuat dari kayu dan plastik, sedangkan bijinya terbuat dari cangkang kerang, biji-bijian, batu-batuan, kelereng atau plastik. Pada papan congklak terdapat 16 buah lobang yang terdiri atas 14 lobang kecil yang saling berhadapan dan 2 lobang besar di kedua sisinya. Setiap 7 lobang kecil di sisi pemain dan lobang besar di sisi kananya dianggap sebagai milik sang pemain.
Pada awal permainan setiap lobang kecil diisi dengan tujuh buah biji. Dua orang pemain yang berhadapan, salah seorang yang memulai dapat memilih lobang yang akan diambil dan meletakkan satu ke lobang di sebelah kanannya dan seterusnya. Bila biji habis di lobang kecil yang berisi biji lainnya, ia dapat mengambil biji-biji tersebut dan melanjutkan mengisi, bisa habis di lobang besar miliknya maka ia dapat melanjutkan dengan memilih lobang kecil di sisinya. bila habis di lubang kecil di sisinya maka ia berhenti dan mengambil seluruh biji di sisi yang berhadapan. Tetapi bila berhenti di lobang kosong di sisi lawan maka ia berhenti dan tidak mendapatkan apa-apa.
Permainan dianggap selesai bila sudah tidak ada biji lagi yang dapat dimabil (seluruh biji ada di lobang besar kedua pemain). Pemenangnya adalah yang mendapatkan biji terbanyak.
3. galah asing
Galah Asin atau di daerah lain disebut Galasin atau Gobak Sodor adalah sejenis permainan daerah dari Indonesia. Permainan ini adalah sebuah permainan grup yang terdiri dari dua grup, di mana masing-masing tim terdiri dari 3 – 5 orang. Inti permainannya adalah menghadang lawan agar tidak bisa lolos melewati garis ke baris terakhir secara bolak-balik, dan untuk meraih kemenangan seluruh anggota grup harus secara lengkap melakukan proses bolak-balik dalam area lapangan yang telah ditentukan.
Permainan ini biasanya dimainkan di lapangan bulu tangkis dengan acuan garis-garis yang ada atau bisa juga dengan menggunakan lapangan segiempat dengan ukuran 9 x 4 m yang dibagi menjadi 6 bagian. Garis batas dari setiap bagian biasanya diberi tanda dengan kapur. Anggota grup yang mendapat giliran untuk menjaga lapangan ini terbagi dua, yaitu anggota grup yang menjaga garis batas horisontal dan garis batas vertikal. Bagi anggota grup yang mendapatkan tugas untuk menjaga garis batas horisontal, maka mereka akan berusaha untuk menghalangi lawan mereka yang juga berusaha untuk melewati garis batas yang sudah ditentukan sebagai garis batas bebas. Bagi anggota grup yang mendapatkan tugas untuk menjaga garis batas vertikal (umumnya hanya satu orang), maka orang ini mempunyai akses untuk keseluruhan garis batas vertikal yang terletak di tengah lapangan. Permainan ini sangat mengasyikkan sekaligus sangat sulit karena setiap orang harus selalu berjaga dan berlari secepat mungkin jika diperlukan untuk meraih kemenangan.
4. ular naga
Ular Naga adalah satu permainan berkelompok yang biasa dimainkan anak-anak Jakarta di luar rumah di waktu sore dan malam hari. Tempat bermainnya di tanah lapang atau halaman rumah yang agak luas. Lebih menarik apabila dimainkan di bawah cahaya rembulan. Pemainnya biasanya sekitar 5-10 orang, bisa juga lebih, anak-anak umur 5-12 tahun (TK – SD).
Cara Bermain
Anak-anak berbaris bergandeng pegang ‘buntut’, yakni anak yang berada di belakang berbaris sambil memegang ujung baju atau pinggang anak yang di mukanya. Seorang anak yang lebih besar, atau paling besar, bermain sebagai “induk” dan berada paling depan dalam barisan. Kemudian dua anak lagi yang cukup besar bermain sebagai “gerbang”, dengan berdiri berhadapan dan saling berpegangan tangan di atas kepala. “Induk” dan “gerbang” biasanya dipilih dari anak-anak yang tangkas berbicara, karena salah satu daya tarik permainan ini adalah dalam dialog yang mereka lakukan.
Barisan akan bergerak melingkar kian kemari, sebagai Ular Naga yang berjalan-jalan dan terutama mengitari “gerbang” yang berdiri di tengah-tengah halaman, sambil menyanyikan lagu. Pada saat-saat tertentu sesuai dengan lagu, Ular Naga akan berjalan melewati “gerbang”. Pada saat terakhir, ketika lagu habis, seorang anak yang berjalan paling belakang akan ‘ditangkap’ oleh “gerbang”.
Setelah itu, si “induk” –dengan semua anggota barisan berderet di belakangnya– akan berdialog dan berbantah-bantahan dengan kedua “gerbang” perihal anak yang ditangkap. Seringkali perbantahan ini berlangsung seru dan lucu, sehingga anak-anak ini saling tertawa. Sampai pada akhirnya, si anak yang tertangkap disuruh memilih di antara dua pilihan, dan berdasarkan pilihannya, ditempatkan di belakang salah satu “gerbang”.
Permainan akan dimulai kembali. Dengan terdengarnya nyanyi, Ular Naga kembali bergerak dan menerobos gerbang, dan lalu ada lagi seorang anak yang ditangkap. Perbantahan lagi. Demikian berlangsung terus, hingga “induk” akan kehabisan anak dan permainan selesai. Atau, anak-anak bubar dipanggil pulang orang tuanya karena sudah larut malam.
5. meong-meongan
Meong-meongan merupakan permainan tradisional masyarakat bali yang umum dimainkan oleh anak-anak di bali diiringi dengan nyanyian lagu meong-meong. Permainan ini menggambarkan usaha dari si kucing atau dalam bahasa bali disebut meng untuk menagkap si tikus atau bikul.
Dalam permainan ini biasanya diikuti oleh lebih dari 8 orang atau lebih dimana 1 orang memerankan bikul (tikus) satu orang memerankan sebagai meng (kucing) dan yang lainnya bertugas melindungi bikul dari meng dengan cara membentuk lingkaran kemudian si bikul berada di dalam lingkaran sedangkan meng berada di luar lingkaran. Meng akan berusaha masuk ke dalam lingkaran dan berusaha menangkap bikul. Anak-anak yang membentuk lingkaran juga akan berusaha menghalangi meng masuk ke dalam lingkaran. Si meng baru boleh menangkap si bikul ketika lagu sudah pada kata-kata juk-juk meng juk-juk kul.
6. bambu gila
Permainan menggunakan tali karet. Dimana peloncat tidak boleh kena karet. Cara meloncat bisa menggunakan gaya ‘wedo’an’ atau ‘lanangan’. Buat yang belum bisa loncat, biasanya anak kecil , dijadikan ‘pupuk bawang’. Dia boleh loncat mengenai karet. Atau ada istilah ‘ranjuk’ , buat mereka yang tidak bisa loncat . Tahapannya, pertama tali digoyang-goyang di atas mengenai tanah, lalu tali dinaikkan setinggi lutut / dengkul, lalu setinggi pinggang atau ‘ugil-ugil’, lalu setinggi dada, setinggi telinga/ kuping, setinggi kepala , diteruskan setinggi tangan yang dikepalkan ke atas / merdeka, terakhir istilahnya ‘ merdeka tim’ yaitu seperti merdeka ditambah ujung telunjuk mengarah ke atas.
7. cublak-cublak suweng
Kalau orang Amerika punya truth or dare, orang Jawa punya cublak-cublak suweng. Sama-sama sebuah permainan yang mengharuskan pesertanya melakukan hal lain jika tak mampu melakukan satu hal yang diharuskan, namun cublak-cublak suweng melibatkan lebih banyak pemain sehingga tak heran bila permainannya lebih seru. Ejekan ringan dan derai tawa pun mengalir, membuat suasana menjadi ramai.
Bagaimana cara mainnya? nah disini akan menguraikannya untuk anda yang sudah lupa atau ingin belajar memainkannya. Pertama, kumpulkan dulu rekan-rekan anda sebanyak-banyaknya. Agar permainan lebih seru, minimal perlu ada lima orang. Kemudian, siapkan benda tertentu, biasanya berupa kerikil, sebagai benda yang nanti akan disembunyikan oleh anda atau salah satu rekan anda yang ikut bermain.
Nah, sesudahnya, hom pim pa dan ping sut dahulu untuk menentukan siapa yang akan menjadi orang yang harus menebak pemegang kerikil. Orang yang harus menebak adalah orang yang kalah dalam ping sut dan ia harus duduk menungging dengan kepala mencium lantai dan mata ditutup. Sementara, peserta lain menengadahkan telapak tangan di punggung orang yang harus menebak. Satu peserta kemudian bertugas memegang kerikil atau benda lain yang akan disembunyikan.
Permainan kemudian dimulai dengan menyentuhkan kerikil ke setiap telapak tangan peserta lain. Sepanjang permainan, peserta mendendangkan lagu cublak-cublak suweng. Syairnya, “cublak-cublak suweng, suwenge teng-gelenter, mambu ketundung gudel, pa empo lera lere, sopo ngguyu ndeliake”. Setelah sampai pada kata ndelikake, kerikil harus digenggam oleh peserta yang tangannya terakhir kali disentuh.
Setelah kerikil digenggam, orang yang harus menebak bangun dan duduk bersimpuh. Sementara peserta lain menyanyikan lagu, “sir, sir pong ndelik gopong” sebanyak mungkin hingga orang yang harus menebak menentukan siapa yang menyembunyikan kerikil. Sambil menyanyi, telunjuk tangan digoyangkan dan diarahkan ke orang yang harus menebak. Dia hanya diberikan kesempatan satu kali. Bila tak berhasil, dia akan menjadi orang yang harus menebak pada permainan berikutnya.
Pengaruh dan manfaat permainan tradisional terhadap perkembangan jiwa anak
Anak menjadi lebih kreatif
Permainan tradisional biasanya dibuat langsung oleh para pemainnya. Mereka menggunakan barang-barang, benda-benda, atau tumbuhan yang ada di sekitar para pemain. Hal itu mendorong mereka untuk lebih kreatif menciptakan alat-alat permainan.
Selain itu, permainan tradisioanal tidak memiliki aturan secara tertulis. Biasanya, aturan yang berlaku, selain aturan yang sudah umum digunakan, ditambah dengan aturan yang disesuaikan dengan kesepakatan para pemain. Di sini juga terlihat bahwa para pemain dituntut untuk kreatif menciptakan aturan-aturan yang sesuai dengan keadaan mereka.
Bisa digunakan sebagai terapi terhadap anak
Saat bermain, anak-anak akan melepaskan emosinya. Mereka berteriak, tertawa, dan bergerak. Kegiatan semacam ini bisa digunakan sebagai terapi untuk anak-anak yang memerlukannya kondisi tersebut.
Mengembangkan kecerdasan majemuk anak
Mengembangkan kecerdasan intelektual anak
Permainan tradisional seperti permainan Gagarudaan, Oray-Orayan, dan Pa Cici-Cici Putri mampu membantu anak untuk mengembangkan kecerdasan intelektualnya. Sebab, permainan tersebut akan menggali wawasan anak terhadap beragam pengetahuan.
Mengembangkan kecerdasan emosi dan antar personal anak
Hampir semua permainan tradisional dilakukan secara berkelompok. Dengan berkelompok anak akan:
mengasah emosinya sehingga timbul toleransi dan empati terhadap orang lain,
nyaman dan terbiasa dalam kelompok.
Beberapa permainan tradisional yang dilakukan secara berkelompok di antaranya:
Bebentengan,
Adang-Adangan,
Anjang-Anjangan
Kasti.
Mengembangkan kecerdasan logika anak
Beberapa permainan tradisional melatih anak untuk berhitung dan menentukan langkah-langkah yang harus dilewatinya, misalnya:
Engklek
Congkak
Macan/Dam Daman
Lompat tali/Spintrong
Encrak/Entrengan
Bola bekel
Tebak-Tebakan
Mengembangkan kecerdasan kinestetik anak
Pada umumnya, permainan tradisional mendorong para pemainnya untuk bergerak, seperti melompat, berlari, menari, berputar, dan gerakan-gerakan lainnya. Contoh permainannya adalah:
Nakaluri
Adang-Adangan
Lompat tali
Baleba
Pulu-Pulu
Sorodot Gaplok
Tos Asya
Heulang jeung Hayam
[8]Enggrang
Mengembangkan kecerdasan natural anak
Banyak alat-alat permainan yang dibuat/digunakan dari tumbuhan, tanah, genting, batu, atau pasir. Aktivitas tersebut mendekatkan anak terhadap alam sekitarnya sehingga anak lebih menyatu terhadap alam. Contoh permainannya adalah:
Anjang-Anjangan/dadagangan dengan membuat minyak dari daun bunga sepatu, mie baso terbuat dari tumbuhan parasit berwarna kuning yang bisanya tumbuh di tumbuhan anak nakal.
Mobil-mobilan terbuat dari kulit jeruk bali
Engrang terbuat dari bambu
Encrak menggunakan batu
Bola sodok menggunakan bambu
Parise terbuat dari bambu
Calung terbuat dari bambu
Agra/sepak takraw, bolanya terbuat dari rotan
Mengembangkan kecerdasan spasial anak
Bermain peran dapat ditemukan dalam permainan tradisional Anjang-Anjangan. Permainan itu mendorong anak untuk mengenal konsep ruang dan berganti peran (teatrikal).
Mengembangkan kecerdasan musikal anak
Nyanyian atau bunyi-bunyian sangat akrab pada permainan tradisional. Permainan-permainan yang dilakukan sambil bernyanyi di antaranya:
Ucang-Ucang Angge
Enjot-Enjotan
Calung
Ambil-Ambilan
Tari Tempurung
Berbalas Pantun
Wayang
Pur-Pur Sadapur
Oray-Orayan
Mengembangkan kecerdasan spiritual anak
Dalam permainan tradisional mengenal konsep menang dan kalah. Namun menang dan kalah ini tidak menjadikan para pemainnya bertengkar atau minder. Bahkan ada kecenderungan, orang yang sudah bisa melakukan permainan mengajarkan tidak secara langsung kepada teman-temannya yang belum bisa.
Permainan tradisional dilakukan lintas usia, sehingga para pemain yang usianya masih belia ada yang menjaganya, yaitu para pemain yang lebih dewasa.
Para pemain yang belum bisa melakukan permainan dapat belajar secara tidak langsung kepada para pemain yang sudah bisa, walaupun usianya masih di bawahnya.
Permainan tradisional dapat dilakukan oleh para pemain dengan multi jenjang usia dan tidak lekang oleh waktu.
Tidak ada yang paling unggul. Karena setiap orang memiliki kelebihan masing-masing untuk setiap permainan yang berbeda. Hal tersebut meminimalisir pemunculan ego di diri para pemainnya/anak-anak.
sumber
Code:
http://cuilicious.wordpress.com/
http://www.anneahira.com/permainan/permainan-tradisional.htm
http://palingseru.com/5745/10-permainan-tradisional-anak-indonesia